• Galeri Foto
  • Galeri Foto
  • Galeri Foto

Babinsa Turut Dampingi Pembuatan Ferosemen Di Desa Mekar Mulya.

E-mail Cetak PDF
Penrem 043/Gatam

   Serda Afrizal, Babinsa Kormail 421-08/PLS melaksanakan pendampingan pembuatan Ferocement untuk pengairan persawahan di Desa Mekar Mulya Kec. Palas Kab. Lampung Selatan yang pengerjaannya dilakukan oleh para petani di wilayah Ujung Jami desa Mekar Mulya (14/10/2017). Teknologi ferosemen (ferrocement) untuk pembangunan jaringan irigasi tersier di 29 kabupaten, termasuk di Provinsi Lampung yang diprogramkan oleh Pemerintah diharapkan dapat menghapus biaya perawatan hingga 20 tahun yang mencapai Rp 4 triliun untuk lahan seluas 2 juta hektare.

Di Lampung, proyek dalam rangka menyukseskan Program Swasembada Pangan telah dilaksanakan sepanjang 500 meter di Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan. Tahun ini juga, daerah tersebut, kembali mendapatkan kucuran dana untuk irigasi ferosemen dengan total sepanjang 3000 meter di beberapa lokasi. Teknologi ferosemen tersebut sudah lama. Jean Louis Lambot dari Perancis yang memulainya pada tahun 1850. Saluran irigasi ferosemen adalah saluran irigasi yang dibuat dari beton tipis setebal 3-4 sentimeter, dengan tulangan besi berdiameter 6 milimeter. Dengan teknologi ferosemen mampu menekan kebocoran air dalam saluran irigasi hingga 100 persen. Dengan demikian, air dalam jaringan irigasi akan sepenuhnya tersalur ke sawah.

Ferosemen adalah bentuk dasar dari beton bertulang yang memiliki sifat kuat tekan dan tarik tinggi, kedap air tinggi, tahan terhadap benturan, beban kejut dan ledakan, kedap suara dan getaran, penghantar panas yang rendah, dan yang paling penting adalah murah, ringan, tidak lapuk, dan mudah dibuat dan digunakan. Namun, semangat penerapan teknologi tersebut perlu “dikawal” agar sesuai rencana. Masih banyak yang menerapkan teknologi ferosemen menggunakan beton dari campuran pasir, batu pecah, portlant-semen, besi beton (tulangan). Padahal, teknologi ferosemen semestinya menggunakan pasir, portlant-semen, besi tulangan, kawat ayam, dan tanpa menggunakan batu pecah. Hal tersebut sesuai dengan Pedoman Teknis Rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT) dan jaringan irigasi desa (JIDES).

Ferosemen yang tidak menggunakan batu pecah bisa lebih kuat terhadap gaya tarik. Dengan adanya kawat ayam, ferosemen dapat memiliki kekuatan ganda. Masyarakat masih belum terbiasa dengan bahan beton ferosemen dibandingkan dengan pasangan batu kali yang dimensinya lebih besar dan kelihatan lebih kokoh menurut mereka. Pelopor sekaligus pakar ferosemen, Ir. Anshori Djausal, M.T, merintis penerapan teknologi ferosemen melalui Development Teknologi Centre ITB sejak tahun `80-an. Beliau pasti merasa senang sekaligus was-was terhadap konsistensi pelaksanaan.

You are here: Prasaja Hari Jadi